Seorang anak benama Rafi, mengeluh kepada ayahnya yang sedang makan di ruang makan, “Ayah, guruku tidak adil, masak si Budi kok yang ditunjuk jadi ketua kelas. Padahal aku adalah anak yang terpintar di kelas, aku juga sering membantu Pak guru. Padahal aku yakin akan menjadi ketua kelas.” keluh Rafi sambil cemberut.
”Begitu ya?” tanya sang ayah, sambil menyelesaikan makannya. ”Rafi anakku, lihatlah sup buatan Ibumu ini, menurutmu apa yang membuat sup ini enak?” tanya ayah.
”Hm....pastinya karena banyak sayurnya, ada dagingnya juga, juga penampilannya yang menggugah selera.” jawab sang anak.
”Jawabanmu benar Rafi, akan tetapi itu bukan faktor yang paling utama yang menjadikan sup ini menjadi enak.” kata ayah.
”lalu apa Ayah?” tanya Rafi penasaran.
”Garam! Tanpa adanya garam semua sayuran, daging, kuah akan terasa hambar. Lalu apakah engkau melihat wujud garam dalam sup ini?” tanya ayah lagi.
”Ya nggak dong Ayah, kan sudah larut dalap sup itu” jawab Rafi.
”Kamu benar, garam dalam sup ini tidak terlihat sama sekali, akan tetapi semua orang mengakui akan keberadaan, dan kemanfaatan dalam sup ini, bahkan di semua masakan, tanpa harus terlihat.” kata ayah sambil menatap mata Rafi.
”Begitu juga dalam kehidupan ini Rafi, kita tidak harus tampak, menonjol, populer di depan banyak orang, akan tetapi yang paling utama adalah ketulusan kita dalam berbuat, beramal, membantu. Jadi, menjadi ketua kelas bukanlah faktor utama, walaupun itu juga bermanfaat, akan tetapi ketulusan hatimu dalam berbuat amal itu yang akan diakui dan dikenang selamanya di hati teman-temanmu. Maka jadilah engkau seperti garam.”
0 komentar:
Posting Komentar